Ahad, 15 Ogos 2010

RAMDHAN PENGHULU SEGALA BULAN

Rasulullah saw bersabda :
سَيِّدُ الشُّهُورِ رَمَضَانُ، وَسَيِّدُ الأَيَّامِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ
“Penghulu segala bulan adalah bulan Ramadhan dan penghulu segala hari adalah hari Jum’at” (Thabrani dan Baihaqi)
Ramadhan disebut juga dengan sayyidus syuhur atau penghulu segala bulan. Tentu saja, bukan tanpa alasan jika Ramadhan diberi kehormatan lebih mulia dari bulan-bulan lain. Secara sederhana, kita bisa berkata bahwa: “Tentu ada apa-apanya, sehingga Ramadhan disebut sebagai penghulu segala bulan.”
Jika kita telusuri keistimewaan bulan ramadhan, maka akan kita akui bahwa memang tepat sabda Rasulullah saw diatas yang mengatakan “Penghulu bulan-bulan adalah bulan Ramadhan”. Karena jika dilihat dari berbagai sisinya, bulan ramadhan memberikan daya tarik tersendiri ketimbang bulan-bulan lainnya.
Suasana di bulan ramadhan begitu indah, Allah SWT melalui lisan Rasul-Nya mengungkapkan bahwa di bulan Ramadhan, syaitan-syaitan di belenggu, pintu neraka ditutup dan pintu-pintu surga di buka. Penjagaan Allah ini sungguh terasa dampaknya, sehingga Selama Ramadhan, kita cenderung suka dan semangat untuk beramal shalih.
Jika di bulan-bulan biasa kita selalu saja ketemu alasan-alasan yang “cerdas” untuk meninggalkan amal shalih. Maka di bulan ini kita serasa terus haus untuk melakukan amal-amal tersebut. Kita sangat yakin bahwa ini adalah bulan untuk melipatgandakan catatan amal ibadah.
Jika kemudian selama bulan ini masih ditemukan kemaksiatan, kemunkaran atau kejahatan, itu adalah karena hawa nafsu kita sendiri. Dalam hidup selain kita berhadapan dengan godaaan syaitan, kita juga berhadapan dengan godaan hawa nafsu ini. Kedua-duanya sama saja, mengajak kita masuk ke lubang kehinaan dan maksiat. Na’udzubillahi min dzalik.
Dari sisi rizki duniawi Selama bulan Ramadhan ini, pintu-pintu keberkahan Allah dibuka lebar-lebar, karenanya ada yang menyebut Ramadhan sebagai syahrul mubarak, bulan yang penuh keberkahan. Rizki dimudahkan, urusan-urusan dilancarkan, kegembiraan-kegembiraan senantiasa diiringankan. Itu semua benar-benar terasa bagi kita. Rata-rata seiring kewajiban ibadah puasa, masyarakat meningkat standar belanjanya. Di bulan puasa yang harusnya berdampak penghematan, kebutuhan belanja justru meningkat. Tapi semua itu bisa terpenuhi dengan baik.
Geliat bisnis di bulan ini sangat tinggi, para pedagang, pertokoan, industri-industri barang konsumsi, penerbit buku-buku agama, jasa transportasi, dll. Semuanya seolah sepakat bahwa bulan Ramadhan ini adalah bulan panen keuntungan. Tidak jarang untuk menyongsong Ramadhan mereka telah beberapa bulan sebelumnya mengambil start. Keuntungan usaha di bulan-bulan lain tidak berlebihan, jika bisa diatasi hanya oleh keuntungan yang terkumpul di bulan ini.
Suasana alam juga memberikan kontribusi dalam pesona Ramadhan. Hal ini terasa pada perilaku alam dan cuaca. Tiupan angin di bulan Ramadhan, berbeda dengan angin di bulan-bulan biasa. Begitu pun panas mentari, sangat lain rasanya ketika menerpa kulit. Jarang kita saksikan ada prahara bencana alam yang menyayat hati terjadi di bulan suci ini.
Jika pun pesona Ramadhan berkurang indahnya, itu bukan karena tidak ada keberkahan bulan tersebut, namun lebih sebagai bentuk kedurhakaan manusia-manusianya yang sudah melampaui batas. Di bulan ini ada juga kita temukan kejahatan-kejahatan, perjudian, praktek amoral, permainan petasan, bencana banjir, tanah longsor, dsb. Bukan karena Ramadhannya, namun lebih sebagai dosa-dosa tangan-tangan manusia yang mengotori suasana khusyu’ Ramadhan.
Dari sisi ibadah juga tidak ketinggalan, bahkan merupakan target yang diinginkan, Allah mewajibkan kepada umat Islam untuk berpuasa selama sebulan penuh. Ini adalah aktivitas ibadah fisik dan ruhiyah yang tidak ringan, mungkin saja, sebagai pengimbang dari beban ibadah yang tidak ringan itu, Allah tebarkan keberkahan-keberkahan di seluruh penjuru bulan ini. Dan itulah yang kita syukuri dan senantiasa kita rindukan. Andai seluruh bulan seperti Ramadhan, cukup bagi kita untuk membangun kehidupan bermasyarakat yang tegak di atas harmoni. Namun Allah berbuat seperti apa yang Dia Kehendaki.
Setidaknya ini adalah momen berharga bagi kita untuk meraih kemajuan-kemajuan yang berarti di segala bidang. Dalam lapangan ilmu, akhlak mulia, kedewasaan diri, usaha ekonomi, prestasi studi, kepekaan jiwa bahkan kebeningan hati kita. Ini adalah saat yang tepat untuk merih kebaikan.
Dengan bulan ini, Allah hendak menjamu kita dengan jamuan istimewa. Jamuan itu adalah serangkaian ibadah-ibadah yang efektif untuk meningkakan kualitas diri kita di hadapan-Nya. Dan tentu saja, semuanya dikembalikan pada diri tiap-tiap orang. Allah tidak hendak memaksa, sebab ibadah-ibadah itu maslahat atau mudharatnya akan kembali pada diri kita sendiri.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri. Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambanya.” (Fushilat:46).
Ramadhan ini adalah momen yang sanagt berharga. Maka Janganlah disia-siakan. Tidak mustahil, kalau kita tidak lagi akan berjumpa pada bulan yang penuh rahmat dan berkah ini, pada tahun mendatang.
Dan pada momen yang baik ini banyak-banyaklah melakukan renungan untuk mengetahui sejauhmana kita telah melangkah dalam hidup ini. Setidaknya ini adalah momen yang tepat untuk bertanya pada diri sendiri, “Dari mana kita berawal dan akan kemana kita melangkah?” Mudah-mudahan dengan instrospeksi diri itu, kita temukan sesuatu yang berharga dari bulan ini, yaitu hikmah ketakwaan.
Adapun alasan lain dinamakannya bulan Ramadhan dengan sayyidus syuhur karena beberapa hal berikut ini.
Bersambung….
1. Ramadhan; Syahrus Shiam
Bulan Ramadhan adalah penghulu bulan-bulan, dan diantara sebab disebut demikian adalah karena bulan ramadhan adalah satu-satunya bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa, sementara bulan-bulan lain tidak demikian. Bagi kaum muslimin yang diberi kesempatan hidup pada bulan ini, maka wajib atas mereka menjalankan ibadah puasa kecuali bagi yang memiliki uzdur syar’I, seperti sakit dan sedang musafir. Sebagaimana yang difirman Allah :
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. “ (Al-Baqoroh : 185)
Bahwa umat manusia selalu dihadapi dengan kebutuhan adanya tuntunan untuk peningkatan jati diri menuju kebaikan, keindahan dan kesempurnaan; umat yang membutuhkan adanya pelatihan dan pembinaan pada kekuatan dan kehendak, kesabaran, ketangguhan dalam memikul beban dan terhindar dari hawa nafsu serta kejahatan yang merusak dan kekerdilan yang mampu merusak hubungan antara manusia dengan Alah dan antara manusia dengan yang lainnya serta menghancurkan keindahan dan kebersihan dunia yang fana ini.
Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan tersebut adalah puasa; yaitu ibadah yang merupakan pusat pembinaan umat yang ingin tegak berjalan dan bergerak diatas manhaj Allah dan syariat-Nya. Dan puasa juga merupakan keistimewaan dan kemuliaan bagi orang-orang beriman disepanjang sejarahnya, sehingga dengan keutamaan puasa tersebut diharapkan umat Islam menjadi lebih tangguh dan lebih kuat dalam mengemban beban dakwah yang berat dan lebih bersabar dalam menjadi pemimpin serta menjadi tauladan umat lain dan jauh dari keteergelinciran hawa nafsu dan angkara murka.
Puasa merupakan kebutuhan tubuh dan jiwa sehingga memiliki kekuatan dan ketangguhan serta perasaan sensitifitas terhadap orang-orang yang mahrum (orang miskin yang tidak mendapat bagian; maksudnya adalah orang miskin yang tidak meminta-minta), dan juga sebagai pusat pembelajaran bagi seorang mu’min bagaimana caranya menyingsingkan tangannya untuk membantu orang-orang yang menderita kelaparan; dari orang-orang yang mahrum dan tertimpa musibah; yaitu dengan selalu berlapar-lapar pada siang hari dan makan pada malam harinya, walaupun sebagian mereka ada yang berlapar-lapar pada malam dan siang hari atau bahkan berhari-hari dan berbulan-bulan.
Begitu pula puasa merupakan pusat pembinaan yang di dalamnya seorang mu’min belajar untuk memiliki kekuatan kehendak dan tujuan yang mulia dan kemampuan dalam mengemban beban berat, kemampuan bersabar, kemampuan membangun kebersamaan dan merekonstruksinya serta kemampuan membangun jiwa yang bersih dan masyarakat yang bersih. Yang demikian akan terwujud ketikan mampu menunaikan puasa secara maksimal sebagaimana yang disampaikan oleh Aisyah ra:
إذا سلم رمضان سلمت السنة كلها
“Jika seseorang selamat –secara baik- dalam ibadah ramadhan maka akan selamatlah satu penuh setelahnya”.
Sementara itu orang-orang yang beriman sepanjang masa dan tempat merupakan para pelaku kebaikan dan pembawa bendera kebaikan kepada seluruh umat manusia. Karena itulah Allah mewajibkan mereka berpuasa sebagai penghormatan kepada mereka akan perannya sebagai pembawa kebaikan di dunia ini dan untuk menempatkan mereka pada kenikmatan abadi di akhirat kelak.
Taujihat Robbaniyah tentang puasa merupakan kelembutan, kerinduan sekaligus taklif, hiburan dan arahan terhadap suatu pandangan dan misi nun agung; Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana diwajibkan atas umat sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang bertaqwa”. (Al-Baqoroh:183)
Allah SWT memanggil kita semua denga penuh kelembutan dan penghormatan serta kemuliaan. Memanggil kita dengan panggilan paling mulia dari panggilan-panggilan lainnya. Memanggil kita dengan sifat yang paling indah dari sifat-sifat yang lainnya. Allah SWT menyeru dengan untaian kata “Wahai orang-orang yang beriman” sebagai seruan terhadap jiwa yang memiliki kesiapan untuk menerima syariat yang akan ditentukan setelahnya; baik perintah ataupun larangan, untuk mengambil yang halal atau menjauhi yang haram, untuk menggapai keridhaan Allah atau menghindar dari kemurkaan-Nya, untuk mengajak pada yang hak atau mencela pada yang bathil, serta untuk mengarahkan umat pada yang ma’ruf atau mencegah yang mungkar.
Dan melalui seruan ini Allah menyeru kepada orang-orang yang beriman akan adanya taklif yang memberikan kebaikan, kemaslahatan dan keihsanan; yaitu “Diwajibkan atas kalian berpuasa” dengan menahan hawa nafsu dari makan, minum dan senggama serta perbuatan yang melanggar aturan Allah. Dan Allah menyediakan perintah dalam satu bulan yang penuh keberkahan; bulan ramadhan untuk memberikan keuntungan yang berlipat, kebaikan yang banyak dan kemaslahatan yang berlimpah serta ganjaran yang berlipat ganda. Sehingga taklif yang –secara kasat mata- berat ini terasa ringan dan menyenangkan bahkwan dirindukan, sebagaimana yang selalu dirindukan oleh para salafusshalih sebelum kita, dan bahkan jauh sebelum nabi Muhammad dibangkitkan. seperti firman Allah “sebagaimana yang telah diwajibkan sebelum kalian” yaitu umat-umat sebelum nabi Muhammad saw diutus”. Seperti Nabi Nuh yang juga diperinta untuk berpuasa ramadhan, nabi Ibrahim, nabi Musa dan nabi Isa serta nabi-nabi lainnya yang juga diperintah untuk berpuasa.
Jadi puasa kita di bulan ramadhan tidak berjalan sendiri namun merupakan salinan dari umat sebelumnya yang mana ada banyak umat yang melakukan perintah tersebut; yaitu mereka-mereka yang telah mendapatkan hidayah dari Allah dan berjalan di atas jalan yang lurus. Dan begitupun ungkapan “sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian” juga merupakan hiburan dan motivasi sehingga bagi seorang mukmin tidak merasakan adanya taklif dalam puasa, karena ia merupakan kewajiban yang telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kita semua.
Kemudian dari setiap perintah dan kewajiban pasti ada misi dan tujuan; dan tujuan tersebut tidak lain kecuali derajat yang paling mulia, dan tidak ada kemuliaan setelah kemuliaan ini; yaitu Taqwa. Allah SWT berfirman ”La allakum tattaqun” (agar kalian bertaqwa). Taqwa yang berarti melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sebagaimana taqwa juga berarti perasaan bahwa Allah melihat segala tindak tanduk dan perilaku kita; kapan dan dimana saja kita beraada; dalam sembunyi dan terang-terangan, saat ramai dan sendirian. Dan taqwa juga merupakan wasiat Allah paling utama terhadap hamba-hamba-Nya; baik ahlul kitab dan lain-lainnya :
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ
“Dan sungguh Kami telah mewasiatkan (memerintahkan) kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah”. (An-Nisa:131).
Tentunya selain dari puncak ibadah puasa pada bulan ramadhan yaitu taqwa; Allah juga memberikan ganjaran lain yang berlimpah; yaitu kecintaan Allah terhadap orang yang berpuasa sangatlah besar sehingga bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi disisi Allah dari minyak kesturi sekalipun. Dan ganjaran orang yang berpuasa itu berbeda dengan ganjaran yang diberikan kepada setiap hamba yang melakukan ibadah lainnya, karena puasa bagi Allah adalah milik-Nya dan Diri-Nya sendiri yang berhak memberikan ganjaran; karena puasa merupakan symbol dari kerja keras dalam melakukan ketaatan kepada Allah sehingga ganjarannya akan diberikan langsung oleh Allah kepada si pelakunya, yang ganjaran tidak di ketahui oleh siapapun kecuali Allah, dan sekiranya Allah memberikan seisi dunia ini emas maka tidak akan sebanding dengan ganjaran yang akan diterima oleh orang yang berpuasa.
3. Ramadhan Syahrul Qur’an (Bulan Al Qur’an)
Diantara sebab Ramadhan dijadikan sebagai sayyidus syuhur adalah karena di dalam bulan tersebut teradapat peristiwa yang sangat agung dan mulia; yaitu peristiwa turunnya Al-Qur’an yang membawa petunjuk dan al-Furqan. Allah SWT berfirman :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (Al-Baqoroh : 185)
Ramadhan disebut dengan syahrul Quran (bulan Al-Quran), karena awal diturunkannya Al-Quran adalah pada bulan Ramadhan. Dengan berpedoman pada Al-Quran, niscaya hidup manusia menjadi terarah dan memberi kebahagiaan, kedamaian, ketentraman dan kemakmuran serta keadilan. Bahkan juga dapat memberikan alat filterisasi sehingga mampu membedakan antara yang hak dan bathil, antara yang benar dan yang salah, antara ketaatan dan kemaksiatan, antara hidayah dan kesesatan, antara kebahagiaan dan kesengsaraan hakiki dan antara jalan menuju ridlo Allah dan murka Allah serta jalan menuju surga yang penuh dengan kenikmatan dan jalan menuju neraka yang penuh dengan azab dan kepedihan.
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah saw untuk memberi petunjuk kepada manusia. Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan penghuni bumi. Turunnya Al-Qur’an yang pertama kali pada malam lailatul Qodar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari malaikat-malaikat akan kemuliaan umat Nabi Muhammad saw. Umat ini telah dimuliakan oleh Allah dengan risalah baru agar menjadi umat yang paling baik yang dikeluarkan bagi manusia.
Sedangkan turunnya Al-Qur’an yang kedua kali secara bertahap, berbeda dengan kitab-kitab yang turun sebelumnya; sebagai penguat akan risalah nabi dan penghibur jiwa beliau terhadap cobaan dan rintangan yang dihadapi serta selalu mengikuti peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmat-Nya.
Karena itu dalam Al-Qur’an seringkali kita mendengar bulan ramadhan sebagai bulan barokah; karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut yang memberikan keberkahan di malam keberkahan. Allah berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ. فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيم. أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ . رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah; (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (Ad-Dukhan:3-6)
Allah juga berfirman; bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam kemuliaan; lailatul Qodar, sehingga jika seorang hamba melakukan ibadah tepat pada malam tersebut mendapatkan ganjaran sebanding dengan ibadah selama seribu bulan (kurang lebih 83 tahun). [1]
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”. (Al-Qadr:1-5)
Namun, seringkali kita, sebagai kaum muslimin tidak menyadari akan kemuliaan dan keutamaan Al-Quran, sehingga tidak sedikit mereka yang jauh dari Al-Qur’an, mulai dari jauh dalam bentuk tidak bisa membacanya, bisa membaca tapi tidak rajin membacanya, rajin membacanya tapi tidak memahaminya, memahaminya tapi tidak mengamalkannya, mengamalkannya tapi baru untuk dirinya sendiri namin belum mampu mengajak orang lain untuk mengamalkannya.
Begitupun dari sebagian umat ada yang hanya menjadikan dan menganggap Al-Qur’an sebagai kitab suci yang wajib dihormati sehingga diletakkan dari tempat yang jauh dari kotor dan najis, atau diletakkan di tempat yang tinggi sehingga jauh dari jamahan anak-anak dan tidak mudah dijadikan mainan, dan saking tingginya orang tuapun akhirnya malas mengambilnya untuk dibaca. Anggapan tersebut memang tidak keliru namun yang harus difahami lebih mendalam adalah, bagaimana selain menganggapnya sebagai kitab suci tapi juga berusaha menjadikannya sebagai sarana untuk mensucikan dirinya dari segala dosa dan maksiat. Bukankah dengan membaca Al-Quran berarti dia telah beribadah yang setiap kali dibaca ayat-ayatnya Allah SWT akan melimpahkan pahala dan ganjaran dari setiap huruf yang dikeluarkan oleh lisannya, lalu ganjaran dilipat gandakan menjadi sepuluh kali lipat? Dan Bukankah, dari ibadah yang dilakukan itu akan menghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan selama itu bukan dosa besar?
Allah berfirman :
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Sesungguhnya Kebaikan-kebaikan (ketaatan) itu akan menghapus dosa-dosa”. (Huud:114)
Rasulullah saw bersabda:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan iringilah perbuatan buruk itu dengan perbuatan yang baik karena ia bisa menghapusnya (HR. Turmudzi)
Jawabannya tentu memang demikian. Membaca Al-Quran adalah ibadah, dan oleh karena ibadah merupakan suatu kebaikan maka secara tidak langsung dapat menghapus dosa-dosa, selama dosa berasal dari dosa kecil.
Oleh karena itu sebagai bulan Al-Quran, Ramadhan mengingatkan dan mengetuk hati kita untuk memperkokoh komitmen kepadanya. Bila ramadhan tiba, kita tingkatkan interaksi kita dengan Al-Quran, membacanya dan berusaha memahami dan menelaah makna-makna yang terkandung dalam ayat-ayatnya; baik dengan membaca tafsirnya, terjemahannya atau mengikuti kajian-kajian Al-Quran yang marak diadakan di masjid-masjid atau di lembaga-lembaga yang memiliki perhatian terhadap ajaran keislaman.
Dan ketika bulan ramadhan berakhir indikasi keberhasilan ramadhan yang dilalui adalah dengan adanya komitmen kepada Al-Quran yang semakin kuat, karena Al-Quran berfungsi sebagai petunjuk dan al-furqon dalam menilai sesuatu; untuk dapat membedakan antara yang Hak (benar) dan yang bathil (salah), seperti firman Allah yang telah disebutkan diatas.
“Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al Qur’an sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu (bayyinat) dan pembeda / furqan (antara haq dengan bathil)” (QS. Al Baqarah [2] : 185).
Ayat diatas menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah Maha Pengasih sebagai petunjuk bagi manusia yang mengimaninya, merupakan argumentasi-argumentasi yang jelas dan gamblang bagi mereka yang memahaminya. Al-Qur’an juga merupakan pembeda antara haq dengan bathil, halal dengan haram. [2]
Allah SWT telah menurunkan kepada kita Al-Qur’an di bulan Ramadhan. Allah memberi petunjuk melalui Al-Qur’an tersebut siapa saja yang mengikutinya dan menyesatkan siapa saja yang menyimpang darinya. Di dalam Al-Qur’an itu terdapat petunjuk, dan penjelas dari petunjuk (berisi keterangan-keterangan tentang hukum), dan pembeda (antara yang haq dan yang batil).
Allah telah mensyariatkan Islam kepada Muhammad SAW. sebagai satu-satunya agama yang benar. Islam adalah agama yang mengatur hubungan manusia dengan Rabb-nya, yang mengatur hubungan dengan dirinya sendiri, dan juga yang mengatur hubungannya dengan sesama makhluk baik manusia maupun lingkungan lainnya. Aktivitas menerapkan wahyu yang diturunkan, termasuk penerapan hukum-hukum syariat (Islam) secara total dalam berbagai aspek kehidupan manusia (individu, kelompok, maupun negara) merupakan penyebab hakiki terwujudnya kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Di dalam penerapan syariat Islam itulah terdapat keagungan dan kewibawaan mereka di depan musuh-musuhnya. Allah berfirman yang artinya:
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُون
“Padahal kekuatan (kemuliaan) itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang Mukmin. Akan tetapi, orang-orang munafik itu tiada mengetahui”. (Al-Munafiqun:8).
disadari atau tidak, orang-orang kafir sudah mengetahui bahwa sumber kekuatan umat Islam adalah Al-Qur’an; selama Al-Qur’an masih dipegang kuat oleh umat Islam maka akan sulit dan mustahil dikalahkan. Karena itulah Allah menceritakan bahwa orang-orang kafir berkata:
لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآَنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka”. (Fushilat:26)
Sebaliknya, jauhnya kaum Muslimin dari Islam dan hukum-hukumnya merupakan penyebab hakiki akan kelemahan, ketertinggalan, dan kenestapaan mereka. Allah SWT berfirman :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta. (Thaha : 124).
Berbagai krisis yang menimpa dan mengepung berbagai negeri dan di berbagai belahan dunia; sejak beberapa tahun lalu hingga sekarang merupakan sebaik-baik argumen tentang hal itu.
Seharusnya umat Islam sadar bahwa Islam bukanlah semata-mata sebagai syiar-syiar dan ibadah ritual belaka, namun merupakan agama sempurna yang meliputi akidah, syariat, hukum, politik, dan risalah ke seluruh dunia. Dan di dalam penerapan syariat Islam terdapat keagungan dan kewibawaan mereka di depan musuh-musuhnya. Dan kaum Muslimin juga seharusnya sadar akan kewajiban dirinya untuk menegakkan Khilafah Islam secara total, mulai dari individu, keluarga, masyarakat hingga daulah (negara).
4. Ramadhan; Syahrul Shobri (Bulan Kesabaran)
Nabi saw bersabda:
”…. وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَةُّ…”
“… Yaitu (bulan ramadhan) adalah bulan kesabaran, dan sabar ganjarannya adalah surga…”
Hadits diatas merupakan potongan dari khutbah Rasulullah yang disampaikan dihadapan para sahabat menjelang bulan Ramadhan tiba, hadits tersebut menegaskan bahwa ramadhan adalah bulan kesabaran, dan menuntut bagi para hamba Allah yang melalui bulan ini untuk mengisi dirinya dengan kesabaran.
Puasa merupakan bagian dari latihan kesabaran untuk orang-orang yang berpuasa; sabar menahan makan dan minum; sabar untuk menahan nafsu syahwat (hubungan suami istri di siang hari); sabar untuk menahan amarah dan angkara murka; sabar untuk menahan jiwa dan raga dari melakukan tindakan yang dapat mengurangi nilai-nilai dan pahala puasa; sebagaimana bersabar untuk bangun malam, untuk qiyam lail, untuk sahur dan lain-lainnya.
Bagitu banyak hadits nabi yang menyebutkan bahwa orang yang tidak bersabar menahan segala nafsu, marah dan angkara murka serta jiwa dan raga dari perbuatan yang dilarang Allah, maka Allah tidak membutuhkan darinya dari puasa menahan makan dan minum. Nabi saw bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزَّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ عَزَّ وَجَلَّ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap amalan dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (Al-Bukhari)
Dalam hadits lain juga disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلاَّ الصِّيَامُ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنّةٌ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثُ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَسْخَبُ، فَإِنْ سَابّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
Dari Abu Hurairah ra beliau berkata: Rasulullah saw pernah bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Semua amal anak Adam adalah baginya kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu bagi-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.Puasa adalah perisai, apabila kamu sedang puasa janganlah berkata keji(memaki), janganlah berteriak-teriak dan janganlah berbuat perkara yang bodoh. Apabila ada seseorang yang mencacinya atau memeranginya maka katakanlah ‘Sesungguhnya aku sedang puasa… .” [Bukhari dan Muslim]
Dua hadits diatas menegaskan akan peringatan dan larangan bagi orang-orang yang berpuasa untuk melakukan tindakan yang dilarang dan dapat membuat berkurang nilai-nilai puasa, yang mana inti dari itu semua itu adalah dengan bersabar. Sabar menahan diri dari prilaku dan perbuatan yang dilarang Allah dan sabar menahan amarah jika ada orang iseng dan secara sengaja mengejek, mencaci, mencela dan lain sebagainya, sehingga membuat diri bergolak rasa amarahnya dan tidak mampu menahannya.
Karena itu sabar adalah inti dari puasa. Dan karena itu pula Rasulullah saw mengatakan dalam khutbahnya; “Bahwa Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan sabar ganjarannya adalah syurga”. seperti yang termaktub dalam pembuka tulisan ini.
Dan kesabaran adalah salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran setengah keimanan. Sabar memiliki kaitan erat dengan keimanan. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran.
Di dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh imam Turmudzi, Rasulullah saw bersabda:
الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ
“Bahwasannya puasa adalah separuh dari kesabaran”.
Kemudian di hadits lain yang diriwayatkan oleh imam Abu Na’im beliau bersabda :
الصَّبْرُ نِصْفُ الإِيْمَانِ
“Bahwasannya sabar adalah separuh dari iman”
Kedua hadits tersebut menjelaskan kepada kita, betapa puasa, iman dan kesabaran merupakan satu kesatuan, ketiganya sangat terkait. Orang yang diwajibkan berpuasa oleh Allah SWT adalah orang yang beriman. Artinya, orang yang beriman serahusnyalah berpuasa.
Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Quran:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (Al-Kahfi: 28)
Perintah bersabar pada ayat di atas adalah untuk menahan diri dari keingingan keluar dari komunitas orang-orang yang menyeru Rabnya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah swt.
Sedangkan dari segi istilah: sabar adalah menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah. Sebagaimana sabar juga berarti keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. atau juga berarti sikap refleksi akan keteguhan untuk merealisasikan Al-Quran dan sunnah.
Dari makna diatas jelas sekali bahwa sabar adalah perbuatan yang sangat terpuji dan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan puasa. Karena makna puasa juga bermakna menahan diri dari makan, minum dan hawa nafsu sebagaimana sabar juga menahan diri dari sifat kegundahan, rasa emosi, menahan lisan dari keluh kesah dan menahan anggota tubuh dari perbuatan tidak terarah. Kesemua itu sangat dibutuhkan dalam puasa, sehingga, ketika ini dapat berjalan dan terlaksana maka akan sempurna puasa seseorang.
Dalam Al-Quran banyak ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri, terdapat 103 kali disebut dalam Al-Quran, baik berbentuk isim maupun fiilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah swt.
1. Sabar merupakan perintah Allah.
Seperti firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 153).
Dan firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung” (Ali Imran: 200)
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”. (An-Nahl: 127)
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Al-Anfal: 46)
وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ
“Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya”. (Yunus: 109)
وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan bersabarlah, karena Sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan”. (Hud: 115)
2. Larangan isti’jal (tergesa-gesa).
Allah SWT berfirman:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka”. (Al-Ahqaf: 35)
3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar:
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Baqarah: 177)
4. Allah akan mencintai orang-orang yang sabar.
Allah berfirman:
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar”. (Ali Imran: 146)
5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar.
Allah SWT berfirman:
وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar”. (Al-Anfal: 46)
6. Mendapatkan pahala surga dari Allah.
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آَبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ . سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“(yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun ‘alaikum bima shabartum”. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. (Ar-Rad: 23 – 24)
Dan, sebagaimana dalam Al-Quran, dalam hadits banyak sekali sabda Rasulullah yang menggambarkan kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar:
1. Kesabaran merupakan dhiya (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah mengungkapkan,
Nabi saw bersabda:
وَالصَّبْرُ ضِياءٌ
“Dan kesabaran merupakan cahaya yang terang”. (HR. Muslim)
2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal.
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar”. (HR. Bukhari)
3. Kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik.
Rasulullah bersabda:
وَمَا أُعْطِىَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
“Dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (Muttafaqun Alaih)
4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mukmin,
Nabi bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَه
“Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya”. (HR. Muslim)
5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga.
Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah berfirman, Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan surga baginya”. (HR. Bukhari)
6. Sabar merupakan sifat para nabi.
Ibnu Masud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Masud berkata: “Seakan-akan aku memandang Rasulullah saw. menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudian ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui”. (HR. Bukhari)
7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat.
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah bersabda: ” Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah”. (Bukhari)
8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa.
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullan saw. bersabda: “Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut”. (HR. Bukhari & Muslim)
9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian.
Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku”. (Bukhari Muslim)
Puasa pada hakikatnya adalah menahan diri (imsak) yakni menahan diri untuk tidak makan, minum, besetubuh serta melakukan hal-hal yang menyebabkan batalnya puasa (shaumul awwam atau puasa biasa), serta menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan hilangnya nilai puasa (shaumul khawas atau puasa istimewa). Untuk mencapai tingkatan puasa istimewa, maka disamping perut dan kemaluan berpuasa, pendengaran berpuasa, penglihatan berpuasa, kaki berpuasa dan tangan berpuasa. Dengan kata lain, seluruh anggota tubuh berpuasa, yakni meninggalkan hal-hal yang kurang baik, lebih-lebih yang diharamkan oleh Allah SWT. Misalnya berdusta, membicarakan kejelekan orang lain, bersumpah palsu, berbicara kotor dan sebagainya. Dissamping kedua tingkatan tersebut, ada tingkatan yang sangat istimewa, (ahaumul khawasil khawas) untuk mencapai tingkatan ini disampng melakukan hal-hal sebagaimana dilakukan kedua tingkatan sebelumnya, hati burani (al-qalb) juga harus ikut berpuasa dengan cara meninggalkan sifat-sifat yang kurang terpuji atau tercela misalnya sombong (takabbur), riya (riya), pamer (ujub), dengki (hasad) dan sebagainya. Puasa dengan peringkat istimewa lebih-lebih sangat istimewa ini relatif berat, untuk itulah dibutuhkan kesabaran.
Puasa Ramadhan merupakan media yang sangat efektif untuk melatih kesabaran. Betapa manusia beriman selama satu bulan penuh dilatih untuk sabar serta mampu menahan diri, tidak melakukan hal-hal yang sedianya dihalalkan baginya, misalnya makan, minum berkumpul dengan istri. Akan tetapi selam bulan Ramadhan hal-hal tersebut dilarang untuk dilakukan. Hal ini memberikan kesadaran spiritual dan transcendental kepada manusia untuk senantiasa tunduk dan patuh kpeada Khaliknya (Allah SWT). Betapa terhadap hal-hal yang yang saja kalau Allah melarangnya harus kita patuhi, apalagi terhadap hal-hal yang secara jelas dilarang-Nya.
Oleh karenanya dengan puasa Ramadhan ini kita tumbuh kembangkan, kita pupuk kesabaran agar kita mampu menghadapi hidup dan kehidupan ini yang cenderung semakin berat. Demikian pula bagaimana kita mampu melaksanakan perintah Allah SWT baik dalam suka maupun duka dimana saja kita berada, serta mampu menjauh maksiat atau larangan-Nya sehingga kita menjadi manusia paripurna (muttaqin).
Oleh karena itu sabar sangat dituntut dalam kehidupan setiap hamba, terutama umat Islam dalam segala aktivitasnya, karena dengan bersabar akan mengarahkan segala bentuk persoalan yang dihadapi menjadi mudah, segala beban yang dipikul menjadi ringan, terutama dalam ibadah ramadhan sangat dituntut untuk bersabar, bersabar dalam menahan lapar dan haus, bersabar menahan nafsu syahwat, bersabar untuk tidak marah, bersabar menjaga ucapan dan perbuatan yang dapat mengurangi bahkan menggugurkan pahala puasa.
Dan oleh Karena itu pula Rasulullah saw menamakan bulan ramadhan dengan bulan kesabaran dan memberikan janji bahwa balasan dan ganjaran kesabaran adalah surga.

Tiada ulasan: