Ahad, 15 Ogos 2010

RAMADHAN KEPADA RAMADHAN

Alhamdulillah, sekali lagi kita dipertemukan kepda Ramadhan 1431H/2010 ini. Keberadaan kita sesungguhnya merupakan suatu kesempatan yang diberikan Allah SWT kepada kita. Mungkin ini sebagai sahutan Allah terhadap doa-doa kita pada Ramadhan tahun-tahun yang lalu. Namun kesempatan ini sangat sayang andai tidak dipergunakan sepenuhnya, untuk menambah amal, mencari kurniaan Allah diatas segala kebaikan yang Allah SWT anugerahkan di dalam bulan yang penuh keberkatan ini.

Ramadhan kepada Ramadhan pada tahun ini, harus kita tingkatkan kefahaman kita tentang kurniaan Allah SWT ini. Semoga setiap saatnya yang berlalu kita sama-sama manfaatkan dengan sesungguhnya. Bagaimana Rasulullah SAW menyebutkan dalam hadist baginda yang mulia:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ ، أَنَّ رَسُولُ اللهِ قَالَ يَوْمًا وَحَضَرَ رَمَضَانُ : أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرُ بَرَكَةٍ، فِيْهِ خَيْرٌ يُغْشِيْكُمُ اللهُ [فِيْهِ]، فَتُنْزِلُ الرَّحْمَةُ، وَتُحِطُ الْخَطَايَا، وَيُسْتَجَابُ فِيْهِ الدُّعَاءُ، فَيَنْظُرُ اللهُ إِلَى تَنَافَسِكُمْ، وَيُبَاهِيُ بِكُمْ مَلاَئِكَتُهُ، فَأَرُوْا اللهُ مِنْ أَنْفُسِكُمْ خَيْرًا، فَإِنَّ الشَّقِيَ مِنْ حَرَمِ فِيْهِ رَحْمَةُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ. مُسْنَدُ الشَّامِيِيْنَ لِلطَّبَرَانِيْ
Dari ‘Ubadah bin Shamit, Rasulullah saw bersabda mengenai hadir nya bulan Ramadan:"Telah datang kepada kalian bulan Ramadan bulan barakah, di dalamnya Allah membuka untuk kalian kebaikan kebaikan, Allah menurunkan RahmatNya, menghapus dosa dosa, mengabulkan doa, Allah memperhatikan upaya-upaya kalian (untuk berlomba-lomba dalam kebaikan), dan Allah begitu membanggakanmu dihadapan para Malaikat, Allah menampakkan dari diri kalian kebaikan kebaikan, karena sesungguhnya diharamkannya (sesuatu yang halal di bulan Ramadan) didalamnya terdapat rahmat Allah Azza wa jalla (Musnad asy-Syâmîn Li at-Tabarânî) dan hadits yang serupa dari Ibn Najar sebagaimana dalam at-Targhîb wa Tarhîb Ibn Mundzir.

Semoga kita tidak menjadi orang-orang yang merugi.

RAMDHAN PENGHULU SEGALA BULAN

Rasulullah saw bersabda :
سَيِّدُ الشُّهُورِ رَمَضَانُ، وَسَيِّدُ الأَيَّامِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ
“Penghulu segala bulan adalah bulan Ramadhan dan penghulu segala hari adalah hari Jum’at” (Thabrani dan Baihaqi)
Ramadhan disebut juga dengan sayyidus syuhur atau penghulu segala bulan. Tentu saja, bukan tanpa alasan jika Ramadhan diberi kehormatan lebih mulia dari bulan-bulan lain. Secara sederhana, kita bisa berkata bahwa: “Tentu ada apa-apanya, sehingga Ramadhan disebut sebagai penghulu segala bulan.”
Jika kita telusuri keistimewaan bulan ramadhan, maka akan kita akui bahwa memang tepat sabda Rasulullah saw diatas yang mengatakan “Penghulu bulan-bulan adalah bulan Ramadhan”. Karena jika dilihat dari berbagai sisinya, bulan ramadhan memberikan daya tarik tersendiri ketimbang bulan-bulan lainnya.
Suasana di bulan ramadhan begitu indah, Allah SWT melalui lisan Rasul-Nya mengungkapkan bahwa di bulan Ramadhan, syaitan-syaitan di belenggu, pintu neraka ditutup dan pintu-pintu surga di buka. Penjagaan Allah ini sungguh terasa dampaknya, sehingga Selama Ramadhan, kita cenderung suka dan semangat untuk beramal shalih.
Jika di bulan-bulan biasa kita selalu saja ketemu alasan-alasan yang “cerdas” untuk meninggalkan amal shalih. Maka di bulan ini kita serasa terus haus untuk melakukan amal-amal tersebut. Kita sangat yakin bahwa ini adalah bulan untuk melipatgandakan catatan amal ibadah.
Jika kemudian selama bulan ini masih ditemukan kemaksiatan, kemunkaran atau kejahatan, itu adalah karena hawa nafsu kita sendiri. Dalam hidup selain kita berhadapan dengan godaaan syaitan, kita juga berhadapan dengan godaan hawa nafsu ini. Kedua-duanya sama saja, mengajak kita masuk ke lubang kehinaan dan maksiat. Na’udzubillahi min dzalik.
Dari sisi rizki duniawi Selama bulan Ramadhan ini, pintu-pintu keberkahan Allah dibuka lebar-lebar, karenanya ada yang menyebut Ramadhan sebagai syahrul mubarak, bulan yang penuh keberkahan. Rizki dimudahkan, urusan-urusan dilancarkan, kegembiraan-kegembiraan senantiasa diiringankan. Itu semua benar-benar terasa bagi kita. Rata-rata seiring kewajiban ibadah puasa, masyarakat meningkat standar belanjanya. Di bulan puasa yang harusnya berdampak penghematan, kebutuhan belanja justru meningkat. Tapi semua itu bisa terpenuhi dengan baik.
Geliat bisnis di bulan ini sangat tinggi, para pedagang, pertokoan, industri-industri barang konsumsi, penerbit buku-buku agama, jasa transportasi, dll. Semuanya seolah sepakat bahwa bulan Ramadhan ini adalah bulan panen keuntungan. Tidak jarang untuk menyongsong Ramadhan mereka telah beberapa bulan sebelumnya mengambil start. Keuntungan usaha di bulan-bulan lain tidak berlebihan, jika bisa diatasi hanya oleh keuntungan yang terkumpul di bulan ini.
Suasana alam juga memberikan kontribusi dalam pesona Ramadhan. Hal ini terasa pada perilaku alam dan cuaca. Tiupan angin di bulan Ramadhan, berbeda dengan angin di bulan-bulan biasa. Begitu pun panas mentari, sangat lain rasanya ketika menerpa kulit. Jarang kita saksikan ada prahara bencana alam yang menyayat hati terjadi di bulan suci ini.
Jika pun pesona Ramadhan berkurang indahnya, itu bukan karena tidak ada keberkahan bulan tersebut, namun lebih sebagai bentuk kedurhakaan manusia-manusianya yang sudah melampaui batas. Di bulan ini ada juga kita temukan kejahatan-kejahatan, perjudian, praktek amoral, permainan petasan, bencana banjir, tanah longsor, dsb. Bukan karena Ramadhannya, namun lebih sebagai dosa-dosa tangan-tangan manusia yang mengotori suasana khusyu’ Ramadhan.
Dari sisi ibadah juga tidak ketinggalan, bahkan merupakan target yang diinginkan, Allah mewajibkan kepada umat Islam untuk berpuasa selama sebulan penuh. Ini adalah aktivitas ibadah fisik dan ruhiyah yang tidak ringan, mungkin saja, sebagai pengimbang dari beban ibadah yang tidak ringan itu, Allah tebarkan keberkahan-keberkahan di seluruh penjuru bulan ini. Dan itulah yang kita syukuri dan senantiasa kita rindukan. Andai seluruh bulan seperti Ramadhan, cukup bagi kita untuk membangun kehidupan bermasyarakat yang tegak di atas harmoni. Namun Allah berbuat seperti apa yang Dia Kehendaki.
Setidaknya ini adalah momen berharga bagi kita untuk meraih kemajuan-kemajuan yang berarti di segala bidang. Dalam lapangan ilmu, akhlak mulia, kedewasaan diri, usaha ekonomi, prestasi studi, kepekaan jiwa bahkan kebeningan hati kita. Ini adalah saat yang tepat untuk merih kebaikan.
Dengan bulan ini, Allah hendak menjamu kita dengan jamuan istimewa. Jamuan itu adalah serangkaian ibadah-ibadah yang efektif untuk meningkakan kualitas diri kita di hadapan-Nya. Dan tentu saja, semuanya dikembalikan pada diri tiap-tiap orang. Allah tidak hendak memaksa, sebab ibadah-ibadah itu maslahat atau mudharatnya akan kembali pada diri kita sendiri.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri. Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambanya.” (Fushilat:46).
Ramadhan ini adalah momen yang sanagt berharga. Maka Janganlah disia-siakan. Tidak mustahil, kalau kita tidak lagi akan berjumpa pada bulan yang penuh rahmat dan berkah ini, pada tahun mendatang.
Dan pada momen yang baik ini banyak-banyaklah melakukan renungan untuk mengetahui sejauhmana kita telah melangkah dalam hidup ini. Setidaknya ini adalah momen yang tepat untuk bertanya pada diri sendiri, “Dari mana kita berawal dan akan kemana kita melangkah?” Mudah-mudahan dengan instrospeksi diri itu, kita temukan sesuatu yang berharga dari bulan ini, yaitu hikmah ketakwaan.
Adapun alasan lain dinamakannya bulan Ramadhan dengan sayyidus syuhur karena beberapa hal berikut ini.
Bersambung….
1. Ramadhan; Syahrus Shiam
Bulan Ramadhan adalah penghulu bulan-bulan, dan diantara sebab disebut demikian adalah karena bulan ramadhan adalah satu-satunya bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa, sementara bulan-bulan lain tidak demikian. Bagi kaum muslimin yang diberi kesempatan hidup pada bulan ini, maka wajib atas mereka menjalankan ibadah puasa kecuali bagi yang memiliki uzdur syar’I, seperti sakit dan sedang musafir. Sebagaimana yang difirman Allah :
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. “ (Al-Baqoroh : 185)
Bahwa umat manusia selalu dihadapi dengan kebutuhan adanya tuntunan untuk peningkatan jati diri menuju kebaikan, keindahan dan kesempurnaan; umat yang membutuhkan adanya pelatihan dan pembinaan pada kekuatan dan kehendak, kesabaran, ketangguhan dalam memikul beban dan terhindar dari hawa nafsu serta kejahatan yang merusak dan kekerdilan yang mampu merusak hubungan antara manusia dengan Alah dan antara manusia dengan yang lainnya serta menghancurkan keindahan dan kebersihan dunia yang fana ini.
Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan tersebut adalah puasa; yaitu ibadah yang merupakan pusat pembinaan umat yang ingin tegak berjalan dan bergerak diatas manhaj Allah dan syariat-Nya. Dan puasa juga merupakan keistimewaan dan kemuliaan bagi orang-orang beriman disepanjang sejarahnya, sehingga dengan keutamaan puasa tersebut diharapkan umat Islam menjadi lebih tangguh dan lebih kuat dalam mengemban beban dakwah yang berat dan lebih bersabar dalam menjadi pemimpin serta menjadi tauladan umat lain dan jauh dari keteergelinciran hawa nafsu dan angkara murka.
Puasa merupakan kebutuhan tubuh dan jiwa sehingga memiliki kekuatan dan ketangguhan serta perasaan sensitifitas terhadap orang-orang yang mahrum (orang miskin yang tidak mendapat bagian; maksudnya adalah orang miskin yang tidak meminta-minta), dan juga sebagai pusat pembelajaran bagi seorang mu’min bagaimana caranya menyingsingkan tangannya untuk membantu orang-orang yang menderita kelaparan; dari orang-orang yang mahrum dan tertimpa musibah; yaitu dengan selalu berlapar-lapar pada siang hari dan makan pada malam harinya, walaupun sebagian mereka ada yang berlapar-lapar pada malam dan siang hari atau bahkan berhari-hari dan berbulan-bulan.
Begitu pula puasa merupakan pusat pembinaan yang di dalamnya seorang mu’min belajar untuk memiliki kekuatan kehendak dan tujuan yang mulia dan kemampuan dalam mengemban beban berat, kemampuan bersabar, kemampuan membangun kebersamaan dan merekonstruksinya serta kemampuan membangun jiwa yang bersih dan masyarakat yang bersih. Yang demikian akan terwujud ketikan mampu menunaikan puasa secara maksimal sebagaimana yang disampaikan oleh Aisyah ra:
إذا سلم رمضان سلمت السنة كلها
“Jika seseorang selamat –secara baik- dalam ibadah ramadhan maka akan selamatlah satu penuh setelahnya”.
Sementara itu orang-orang yang beriman sepanjang masa dan tempat merupakan para pelaku kebaikan dan pembawa bendera kebaikan kepada seluruh umat manusia. Karena itulah Allah mewajibkan mereka berpuasa sebagai penghormatan kepada mereka akan perannya sebagai pembawa kebaikan di dunia ini dan untuk menempatkan mereka pada kenikmatan abadi di akhirat kelak.
Taujihat Robbaniyah tentang puasa merupakan kelembutan, kerinduan sekaligus taklif, hiburan dan arahan terhadap suatu pandangan dan misi nun agung; Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana diwajibkan atas umat sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang bertaqwa”. (Al-Baqoroh:183)
Allah SWT memanggil kita semua denga penuh kelembutan dan penghormatan serta kemuliaan. Memanggil kita dengan panggilan paling mulia dari panggilan-panggilan lainnya. Memanggil kita dengan sifat yang paling indah dari sifat-sifat yang lainnya. Allah SWT menyeru dengan untaian kata “Wahai orang-orang yang beriman” sebagai seruan terhadap jiwa yang memiliki kesiapan untuk menerima syariat yang akan ditentukan setelahnya; baik perintah ataupun larangan, untuk mengambil yang halal atau menjauhi yang haram, untuk menggapai keridhaan Allah atau menghindar dari kemurkaan-Nya, untuk mengajak pada yang hak atau mencela pada yang bathil, serta untuk mengarahkan umat pada yang ma’ruf atau mencegah yang mungkar.
Dan melalui seruan ini Allah menyeru kepada orang-orang yang beriman akan adanya taklif yang memberikan kebaikan, kemaslahatan dan keihsanan; yaitu “Diwajibkan atas kalian berpuasa” dengan menahan hawa nafsu dari makan, minum dan senggama serta perbuatan yang melanggar aturan Allah. Dan Allah menyediakan perintah dalam satu bulan yang penuh keberkahan; bulan ramadhan untuk memberikan keuntungan yang berlipat, kebaikan yang banyak dan kemaslahatan yang berlimpah serta ganjaran yang berlipat ganda. Sehingga taklif yang –secara kasat mata- berat ini terasa ringan dan menyenangkan bahkwan dirindukan, sebagaimana yang selalu dirindukan oleh para salafusshalih sebelum kita, dan bahkan jauh sebelum nabi Muhammad dibangkitkan. seperti firman Allah “sebagaimana yang telah diwajibkan sebelum kalian” yaitu umat-umat sebelum nabi Muhammad saw diutus”. Seperti Nabi Nuh yang juga diperinta untuk berpuasa ramadhan, nabi Ibrahim, nabi Musa dan nabi Isa serta nabi-nabi lainnya yang juga diperintah untuk berpuasa.
Jadi puasa kita di bulan ramadhan tidak berjalan sendiri namun merupakan salinan dari umat sebelumnya yang mana ada banyak umat yang melakukan perintah tersebut; yaitu mereka-mereka yang telah mendapatkan hidayah dari Allah dan berjalan di atas jalan yang lurus. Dan begitupun ungkapan “sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian” juga merupakan hiburan dan motivasi sehingga bagi seorang mukmin tidak merasakan adanya taklif dalam puasa, karena ia merupakan kewajiban yang telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kita semua.
Kemudian dari setiap perintah dan kewajiban pasti ada misi dan tujuan; dan tujuan tersebut tidak lain kecuali derajat yang paling mulia, dan tidak ada kemuliaan setelah kemuliaan ini; yaitu Taqwa. Allah SWT berfirman ”La allakum tattaqun” (agar kalian bertaqwa). Taqwa yang berarti melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sebagaimana taqwa juga berarti perasaan bahwa Allah melihat segala tindak tanduk dan perilaku kita; kapan dan dimana saja kita beraada; dalam sembunyi dan terang-terangan, saat ramai dan sendirian. Dan taqwa juga merupakan wasiat Allah paling utama terhadap hamba-hamba-Nya; baik ahlul kitab dan lain-lainnya :
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ
“Dan sungguh Kami telah mewasiatkan (memerintahkan) kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah”. (An-Nisa:131).
Tentunya selain dari puncak ibadah puasa pada bulan ramadhan yaitu taqwa; Allah juga memberikan ganjaran lain yang berlimpah; yaitu kecintaan Allah terhadap orang yang berpuasa sangatlah besar sehingga bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi disisi Allah dari minyak kesturi sekalipun. Dan ganjaran orang yang berpuasa itu berbeda dengan ganjaran yang diberikan kepada setiap hamba yang melakukan ibadah lainnya, karena puasa bagi Allah adalah milik-Nya dan Diri-Nya sendiri yang berhak memberikan ganjaran; karena puasa merupakan symbol dari kerja keras dalam melakukan ketaatan kepada Allah sehingga ganjarannya akan diberikan langsung oleh Allah kepada si pelakunya, yang ganjaran tidak di ketahui oleh siapapun kecuali Allah, dan sekiranya Allah memberikan seisi dunia ini emas maka tidak akan sebanding dengan ganjaran yang akan diterima oleh orang yang berpuasa.
3. Ramadhan Syahrul Qur’an (Bulan Al Qur’an)
Diantara sebab Ramadhan dijadikan sebagai sayyidus syuhur adalah karena di dalam bulan tersebut teradapat peristiwa yang sangat agung dan mulia; yaitu peristiwa turunnya Al-Qur’an yang membawa petunjuk dan al-Furqan. Allah SWT berfirman :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (Al-Baqoroh : 185)
Ramadhan disebut dengan syahrul Quran (bulan Al-Quran), karena awal diturunkannya Al-Quran adalah pada bulan Ramadhan. Dengan berpedoman pada Al-Quran, niscaya hidup manusia menjadi terarah dan memberi kebahagiaan, kedamaian, ketentraman dan kemakmuran serta keadilan. Bahkan juga dapat memberikan alat filterisasi sehingga mampu membedakan antara yang hak dan bathil, antara yang benar dan yang salah, antara ketaatan dan kemaksiatan, antara hidayah dan kesesatan, antara kebahagiaan dan kesengsaraan hakiki dan antara jalan menuju ridlo Allah dan murka Allah serta jalan menuju surga yang penuh dengan kenikmatan dan jalan menuju neraka yang penuh dengan azab dan kepedihan.
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah saw untuk memberi petunjuk kepada manusia. Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan penghuni bumi. Turunnya Al-Qur’an yang pertama kali pada malam lailatul Qodar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari malaikat-malaikat akan kemuliaan umat Nabi Muhammad saw. Umat ini telah dimuliakan oleh Allah dengan risalah baru agar menjadi umat yang paling baik yang dikeluarkan bagi manusia.
Sedangkan turunnya Al-Qur’an yang kedua kali secara bertahap, berbeda dengan kitab-kitab yang turun sebelumnya; sebagai penguat akan risalah nabi dan penghibur jiwa beliau terhadap cobaan dan rintangan yang dihadapi serta selalu mengikuti peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmat-Nya.
Karena itu dalam Al-Qur’an seringkali kita mendengar bulan ramadhan sebagai bulan barokah; karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut yang memberikan keberkahan di malam keberkahan. Allah berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ. فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيم. أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ . رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah; (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (Ad-Dukhan:3-6)
Allah juga berfirman; bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam kemuliaan; lailatul Qodar, sehingga jika seorang hamba melakukan ibadah tepat pada malam tersebut mendapatkan ganjaran sebanding dengan ibadah selama seribu bulan (kurang lebih 83 tahun). [1]
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”. (Al-Qadr:1-5)
Namun, seringkali kita, sebagai kaum muslimin tidak menyadari akan kemuliaan dan keutamaan Al-Quran, sehingga tidak sedikit mereka yang jauh dari Al-Qur’an, mulai dari jauh dalam bentuk tidak bisa membacanya, bisa membaca tapi tidak rajin membacanya, rajin membacanya tapi tidak memahaminya, memahaminya tapi tidak mengamalkannya, mengamalkannya tapi baru untuk dirinya sendiri namin belum mampu mengajak orang lain untuk mengamalkannya.
Begitupun dari sebagian umat ada yang hanya menjadikan dan menganggap Al-Qur’an sebagai kitab suci yang wajib dihormati sehingga diletakkan dari tempat yang jauh dari kotor dan najis, atau diletakkan di tempat yang tinggi sehingga jauh dari jamahan anak-anak dan tidak mudah dijadikan mainan, dan saking tingginya orang tuapun akhirnya malas mengambilnya untuk dibaca. Anggapan tersebut memang tidak keliru namun yang harus difahami lebih mendalam adalah, bagaimana selain menganggapnya sebagai kitab suci tapi juga berusaha menjadikannya sebagai sarana untuk mensucikan dirinya dari segala dosa dan maksiat. Bukankah dengan membaca Al-Quran berarti dia telah beribadah yang setiap kali dibaca ayat-ayatnya Allah SWT akan melimpahkan pahala dan ganjaran dari setiap huruf yang dikeluarkan oleh lisannya, lalu ganjaran dilipat gandakan menjadi sepuluh kali lipat? Dan Bukankah, dari ibadah yang dilakukan itu akan menghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan selama itu bukan dosa besar?
Allah berfirman :
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Sesungguhnya Kebaikan-kebaikan (ketaatan) itu akan menghapus dosa-dosa”. (Huud:114)
Rasulullah saw bersabda:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan iringilah perbuatan buruk itu dengan perbuatan yang baik karena ia bisa menghapusnya (HR. Turmudzi)
Jawabannya tentu memang demikian. Membaca Al-Quran adalah ibadah, dan oleh karena ibadah merupakan suatu kebaikan maka secara tidak langsung dapat menghapus dosa-dosa, selama dosa berasal dari dosa kecil.
Oleh karena itu sebagai bulan Al-Quran, Ramadhan mengingatkan dan mengetuk hati kita untuk memperkokoh komitmen kepadanya. Bila ramadhan tiba, kita tingkatkan interaksi kita dengan Al-Quran, membacanya dan berusaha memahami dan menelaah makna-makna yang terkandung dalam ayat-ayatnya; baik dengan membaca tafsirnya, terjemahannya atau mengikuti kajian-kajian Al-Quran yang marak diadakan di masjid-masjid atau di lembaga-lembaga yang memiliki perhatian terhadap ajaran keislaman.
Dan ketika bulan ramadhan berakhir indikasi keberhasilan ramadhan yang dilalui adalah dengan adanya komitmen kepada Al-Quran yang semakin kuat, karena Al-Quran berfungsi sebagai petunjuk dan al-furqon dalam menilai sesuatu; untuk dapat membedakan antara yang Hak (benar) dan yang bathil (salah), seperti firman Allah yang telah disebutkan diatas.
“Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al Qur’an sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu (bayyinat) dan pembeda / furqan (antara haq dengan bathil)” (QS. Al Baqarah [2] : 185).
Ayat diatas menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah Maha Pengasih sebagai petunjuk bagi manusia yang mengimaninya, merupakan argumentasi-argumentasi yang jelas dan gamblang bagi mereka yang memahaminya. Al-Qur’an juga merupakan pembeda antara haq dengan bathil, halal dengan haram. [2]
Allah SWT telah menurunkan kepada kita Al-Qur’an di bulan Ramadhan. Allah memberi petunjuk melalui Al-Qur’an tersebut siapa saja yang mengikutinya dan menyesatkan siapa saja yang menyimpang darinya. Di dalam Al-Qur’an itu terdapat petunjuk, dan penjelas dari petunjuk (berisi keterangan-keterangan tentang hukum), dan pembeda (antara yang haq dan yang batil).
Allah telah mensyariatkan Islam kepada Muhammad SAW. sebagai satu-satunya agama yang benar. Islam adalah agama yang mengatur hubungan manusia dengan Rabb-nya, yang mengatur hubungan dengan dirinya sendiri, dan juga yang mengatur hubungannya dengan sesama makhluk baik manusia maupun lingkungan lainnya. Aktivitas menerapkan wahyu yang diturunkan, termasuk penerapan hukum-hukum syariat (Islam) secara total dalam berbagai aspek kehidupan manusia (individu, kelompok, maupun negara) merupakan penyebab hakiki terwujudnya kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Di dalam penerapan syariat Islam itulah terdapat keagungan dan kewibawaan mereka di depan musuh-musuhnya. Allah berfirman yang artinya:
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُون
“Padahal kekuatan (kemuliaan) itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang Mukmin. Akan tetapi, orang-orang munafik itu tiada mengetahui”. (Al-Munafiqun:8).
disadari atau tidak, orang-orang kafir sudah mengetahui bahwa sumber kekuatan umat Islam adalah Al-Qur’an; selama Al-Qur’an masih dipegang kuat oleh umat Islam maka akan sulit dan mustahil dikalahkan. Karena itulah Allah menceritakan bahwa orang-orang kafir berkata:
لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآَنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka”. (Fushilat:26)
Sebaliknya, jauhnya kaum Muslimin dari Islam dan hukum-hukumnya merupakan penyebab hakiki akan kelemahan, ketertinggalan, dan kenestapaan mereka. Allah SWT berfirman :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta. (Thaha : 124).
Berbagai krisis yang menimpa dan mengepung berbagai negeri dan di berbagai belahan dunia; sejak beberapa tahun lalu hingga sekarang merupakan sebaik-baik argumen tentang hal itu.
Seharusnya umat Islam sadar bahwa Islam bukanlah semata-mata sebagai syiar-syiar dan ibadah ritual belaka, namun merupakan agama sempurna yang meliputi akidah, syariat, hukum, politik, dan risalah ke seluruh dunia. Dan di dalam penerapan syariat Islam terdapat keagungan dan kewibawaan mereka di depan musuh-musuhnya. Dan kaum Muslimin juga seharusnya sadar akan kewajiban dirinya untuk menegakkan Khilafah Islam secara total, mulai dari individu, keluarga, masyarakat hingga daulah (negara).
4. Ramadhan; Syahrul Shobri (Bulan Kesabaran)
Nabi saw bersabda:
”…. وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَةُّ…”
“… Yaitu (bulan ramadhan) adalah bulan kesabaran, dan sabar ganjarannya adalah surga…”
Hadits diatas merupakan potongan dari khutbah Rasulullah yang disampaikan dihadapan para sahabat menjelang bulan Ramadhan tiba, hadits tersebut menegaskan bahwa ramadhan adalah bulan kesabaran, dan menuntut bagi para hamba Allah yang melalui bulan ini untuk mengisi dirinya dengan kesabaran.
Puasa merupakan bagian dari latihan kesabaran untuk orang-orang yang berpuasa; sabar menahan makan dan minum; sabar untuk menahan nafsu syahwat (hubungan suami istri di siang hari); sabar untuk menahan amarah dan angkara murka; sabar untuk menahan jiwa dan raga dari melakukan tindakan yang dapat mengurangi nilai-nilai dan pahala puasa; sebagaimana bersabar untuk bangun malam, untuk qiyam lail, untuk sahur dan lain-lainnya.
Bagitu banyak hadits nabi yang menyebutkan bahwa orang yang tidak bersabar menahan segala nafsu, marah dan angkara murka serta jiwa dan raga dari perbuatan yang dilarang Allah, maka Allah tidak membutuhkan darinya dari puasa menahan makan dan minum. Nabi saw bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزَّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ عَزَّ وَجَلَّ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap amalan dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (Al-Bukhari)
Dalam hadits lain juga disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلاَّ الصِّيَامُ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنّةٌ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثُ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَسْخَبُ، فَإِنْ سَابّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
Dari Abu Hurairah ra beliau berkata: Rasulullah saw pernah bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Semua amal anak Adam adalah baginya kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu bagi-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.Puasa adalah perisai, apabila kamu sedang puasa janganlah berkata keji(memaki), janganlah berteriak-teriak dan janganlah berbuat perkara yang bodoh. Apabila ada seseorang yang mencacinya atau memeranginya maka katakanlah ‘Sesungguhnya aku sedang puasa… .” [Bukhari dan Muslim]
Dua hadits diatas menegaskan akan peringatan dan larangan bagi orang-orang yang berpuasa untuk melakukan tindakan yang dilarang dan dapat membuat berkurang nilai-nilai puasa, yang mana inti dari itu semua itu adalah dengan bersabar. Sabar menahan diri dari prilaku dan perbuatan yang dilarang Allah dan sabar menahan amarah jika ada orang iseng dan secara sengaja mengejek, mencaci, mencela dan lain sebagainya, sehingga membuat diri bergolak rasa amarahnya dan tidak mampu menahannya.
Karena itu sabar adalah inti dari puasa. Dan karena itu pula Rasulullah saw mengatakan dalam khutbahnya; “Bahwa Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan sabar ganjarannya adalah syurga”. seperti yang termaktub dalam pembuka tulisan ini.
Dan kesabaran adalah salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran setengah keimanan. Sabar memiliki kaitan erat dengan keimanan. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran.
Di dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh imam Turmudzi, Rasulullah saw bersabda:
الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ
“Bahwasannya puasa adalah separuh dari kesabaran”.
Kemudian di hadits lain yang diriwayatkan oleh imam Abu Na’im beliau bersabda :
الصَّبْرُ نِصْفُ الإِيْمَانِ
“Bahwasannya sabar adalah separuh dari iman”
Kedua hadits tersebut menjelaskan kepada kita, betapa puasa, iman dan kesabaran merupakan satu kesatuan, ketiganya sangat terkait. Orang yang diwajibkan berpuasa oleh Allah SWT adalah orang yang beriman. Artinya, orang yang beriman serahusnyalah berpuasa.
Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Quran:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (Al-Kahfi: 28)
Perintah bersabar pada ayat di atas adalah untuk menahan diri dari keingingan keluar dari komunitas orang-orang yang menyeru Rabnya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah swt.
Sedangkan dari segi istilah: sabar adalah menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah. Sebagaimana sabar juga berarti keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. atau juga berarti sikap refleksi akan keteguhan untuk merealisasikan Al-Quran dan sunnah.
Dari makna diatas jelas sekali bahwa sabar adalah perbuatan yang sangat terpuji dan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan puasa. Karena makna puasa juga bermakna menahan diri dari makan, minum dan hawa nafsu sebagaimana sabar juga menahan diri dari sifat kegundahan, rasa emosi, menahan lisan dari keluh kesah dan menahan anggota tubuh dari perbuatan tidak terarah. Kesemua itu sangat dibutuhkan dalam puasa, sehingga, ketika ini dapat berjalan dan terlaksana maka akan sempurna puasa seseorang.
Dalam Al-Quran banyak ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri, terdapat 103 kali disebut dalam Al-Quran, baik berbentuk isim maupun fiilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah swt.
1. Sabar merupakan perintah Allah.
Seperti firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 153).
Dan firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung” (Ali Imran: 200)
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”. (An-Nahl: 127)
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Al-Anfal: 46)
وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ
“Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya”. (Yunus: 109)
وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan bersabarlah, karena Sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan”. (Hud: 115)
2. Larangan isti’jal (tergesa-gesa).
Allah SWT berfirman:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka”. (Al-Ahqaf: 35)
3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar:
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Baqarah: 177)
4. Allah akan mencintai orang-orang yang sabar.
Allah berfirman:
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar”. (Ali Imran: 146)
5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar.
Allah SWT berfirman:
وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar”. (Al-Anfal: 46)
6. Mendapatkan pahala surga dari Allah.
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آَبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ . سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“(yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun ‘alaikum bima shabartum”. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. (Ar-Rad: 23 – 24)
Dan, sebagaimana dalam Al-Quran, dalam hadits banyak sekali sabda Rasulullah yang menggambarkan kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar:
1. Kesabaran merupakan dhiya (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah mengungkapkan,
Nabi saw bersabda:
وَالصَّبْرُ ضِياءٌ
“Dan kesabaran merupakan cahaya yang terang”. (HR. Muslim)
2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal.
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar”. (HR. Bukhari)
3. Kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik.
Rasulullah bersabda:
وَمَا أُعْطِىَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
“Dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (Muttafaqun Alaih)
4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mukmin,
Nabi bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَه
“Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya”. (HR. Muslim)
5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga.
Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah berfirman, Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan surga baginya”. (HR. Bukhari)
6. Sabar merupakan sifat para nabi.
Ibnu Masud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Masud berkata: “Seakan-akan aku memandang Rasulullah saw. menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudian ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui”. (HR. Bukhari)
7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat.
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah bersabda: ” Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah”. (Bukhari)
8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa.
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullan saw. bersabda: “Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut”. (HR. Bukhari & Muslim)
9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian.
Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku”. (Bukhari Muslim)
Puasa pada hakikatnya adalah menahan diri (imsak) yakni menahan diri untuk tidak makan, minum, besetubuh serta melakukan hal-hal yang menyebabkan batalnya puasa (shaumul awwam atau puasa biasa), serta menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan hilangnya nilai puasa (shaumul khawas atau puasa istimewa). Untuk mencapai tingkatan puasa istimewa, maka disamping perut dan kemaluan berpuasa, pendengaran berpuasa, penglihatan berpuasa, kaki berpuasa dan tangan berpuasa. Dengan kata lain, seluruh anggota tubuh berpuasa, yakni meninggalkan hal-hal yang kurang baik, lebih-lebih yang diharamkan oleh Allah SWT. Misalnya berdusta, membicarakan kejelekan orang lain, bersumpah palsu, berbicara kotor dan sebagainya. Dissamping kedua tingkatan tersebut, ada tingkatan yang sangat istimewa, (ahaumul khawasil khawas) untuk mencapai tingkatan ini disampng melakukan hal-hal sebagaimana dilakukan kedua tingkatan sebelumnya, hati burani (al-qalb) juga harus ikut berpuasa dengan cara meninggalkan sifat-sifat yang kurang terpuji atau tercela misalnya sombong (takabbur), riya (riya), pamer (ujub), dengki (hasad) dan sebagainya. Puasa dengan peringkat istimewa lebih-lebih sangat istimewa ini relatif berat, untuk itulah dibutuhkan kesabaran.
Puasa Ramadhan merupakan media yang sangat efektif untuk melatih kesabaran. Betapa manusia beriman selama satu bulan penuh dilatih untuk sabar serta mampu menahan diri, tidak melakukan hal-hal yang sedianya dihalalkan baginya, misalnya makan, minum berkumpul dengan istri. Akan tetapi selam bulan Ramadhan hal-hal tersebut dilarang untuk dilakukan. Hal ini memberikan kesadaran spiritual dan transcendental kepada manusia untuk senantiasa tunduk dan patuh kpeada Khaliknya (Allah SWT). Betapa terhadap hal-hal yang yang saja kalau Allah melarangnya harus kita patuhi, apalagi terhadap hal-hal yang secara jelas dilarang-Nya.
Oleh karenanya dengan puasa Ramadhan ini kita tumbuh kembangkan, kita pupuk kesabaran agar kita mampu menghadapi hidup dan kehidupan ini yang cenderung semakin berat. Demikian pula bagaimana kita mampu melaksanakan perintah Allah SWT baik dalam suka maupun duka dimana saja kita berada, serta mampu menjauh maksiat atau larangan-Nya sehingga kita menjadi manusia paripurna (muttaqin).
Oleh karena itu sabar sangat dituntut dalam kehidupan setiap hamba, terutama umat Islam dalam segala aktivitasnya, karena dengan bersabar akan mengarahkan segala bentuk persoalan yang dihadapi menjadi mudah, segala beban yang dipikul menjadi ringan, terutama dalam ibadah ramadhan sangat dituntut untuk bersabar, bersabar dalam menahan lapar dan haus, bersabar menahan nafsu syahwat, bersabar untuk tidak marah, bersabar menjaga ucapan dan perbuatan yang dapat mengurangi bahkan menggugurkan pahala puasa.
Dan oleh Karena itu pula Rasulullah saw menamakan bulan ramadhan dengan bulan kesabaran dan memberikan janji bahwa balasan dan ganjaran kesabaran adalah surga.

ILMU

Islam ialah suatu agama yang mementingkan ilmu pengetahuan. Ini kerana, ilmu pengetahuan merupakan kunci kejayaan seseorang di dunia dan di akhirat. Islam juga menekankan tentang pentingnya konsep menuntut ilmu dan perlaksanaannya dalam masyarakat Islam.
Allah s.w.t. berfirman dalam surah Al-Baqarah: 269

“Allah memberikan Hikmat kebijaksanaan kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesiapa yang diberikan Hikmat itu maka sungguh ia telah berikan kebaikan yang banyak. Dan tiadalah yang dapat mengambil pengajaran (dan peringatan) melainkan orang yang menggunakan akal fikirannya.”

Firman Allah s.w.t. lagi yang bermaksud:

“Dan orang yang diberi ilmu pengetahuan, yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu; itulah yang benar serta yang memimpin ke jalan Allah Yang Maha Kuasa, lagi Maha Terpuji.” (Surah Saba’: 6)

Firman Allah s.w.t. lagi yang bermaksud:

“Apakah orang yang taat beribadat diwaktu malam dengan sujud dan berdiri, ia takutkan azab hari ahirat serta mengharapkan rahmat Tuhannya, sama dengan orang musyrik? Katakanlah: Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang dapat mengambil peringatan hanyalah orang yang berakal sempurna.” (Surah Az-Zumar: 9)

Firman Allah s.w.t. lagi yang bermaksud: “Wahai orang yang beriman! Apabila kamu diminta memberi lapang dalam majlis, maka lapangkanlah, nescaya Allah akan melapangkan untuk kamu.Dan apabila diminta kamu bangun maka bangunlah, supaya Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu, dan juga orang yang diberi ilmu pengetahuan akan darjat. Dan Allah Maha Mengetahui tentang apa yang kamu lakukan.” (Surah Al-Mujadalah:11)
Sabda Baginda s.a.w. lagi:

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا. (البخاري ومسلم والترمذي)
Dari Ibnu Mas'ud, r.a., dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jangan ada perasaan iri hati melainkan kepada dua keadaan: (Pertama) keadaan orang yang dikurniakan Allah harta benda, serta menjadikannya menguasai dirinya menghabiskan hartanya itu pada perkara kebajikan yang sebenar-benarnya; dan (kedua) keadaan orang yang dikurniakan Allah ilmu pengetahuan agama, lalu ia beramal dengannya dan mengajarkannya."
(Bukhari, Muslim dan Tirmizi)
Sabda Baginda s.a.w. lagi:
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ. (البخاري ومسلم)

Dari Abu Musa Al-Asy'ari r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bandingan apa yang Allah utuskan aku membawanya dari hidayat petunjuk dan ilmu pengetahuan, adalah sama seperti hujan lebat yang menimpa bumi, maka terdapat sebahagian dari bumi itu tanah yang subur, yang menerima dan menyedut air hujan itu, lalu menumbuhkan rumput dan tumbuh-tumbuhan yang banyak dan terdapat sebahagian daripadanya tanah-tanah yang keras yang hanya menampung air (tidak menyedutnya), maka Allah menjadikan dia bermanfaat kepada manusia, lalu mereka minum dan memberi minum serta mereka menanam (dan menjirus tanaman mereka); dan terdapat pula sebahagian daripadanya tanah-tanah yang lain, yang keadaannya hanyalah tanah-tanah rata yang keras yang tidak lekat air (sedikit pun), dan tidak dapat menumbuhkan rumput. Demikianlah orang yang mempunyai fahaman yang teliti dalam hukum-hukum agama Allah dan (bandingan orang) yang beroleh manfaat dari apa yang Allah utuskan aku membawanya, lalu ia mengetahuinya dan mengajarkannya kepada orang lain dan juga bandingan orang yang tidak hiraukan langsung (ilmu yang aku sampaikan) itu dan tidak mahu pula menerima pertunjuk Allah yang aku diutuskan membawanya." (HR Al-Bukhari dan Muslim)


Sabda Nabi s.a.w. lagi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. (رواه مسلم وغيره)
Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Apabila seorang anak Adam mati putuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariah atau ilmu yang memberi manfaat kepada orang lain atau anak yang soleh yang berdoa untuknya."
(Hadith Sahih - Riwayat Muslim dan lain-lainnya)
Sabda Nabi s.a.w. lagi:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يصنع ". (الترمذي وأبو دواد)
Dari Abu ad-Darda' r.a., bahawa Rasulullah s.a.w., bersabda: "Sesungguhnya Malaikat-malaikat sentiasa menurunkan sayapnya (sebagai memuliakan dan menghormati) penuntut ilmu agama, kerana mereka suka dan bersetuju dengan apa yang penuntut itu lakukan."
(Tirmizi dan Abu Daud)
Sabda Baginda s.a.w. lagi:
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ فَإِنِّي امْرُؤٌ مَقْبُوضٌ وَالْعِلْمُ سَيُقْبَضُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ حَتَّى يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِي فَرِيضَةٍ لَا يَجِدَانِ أَحَدًا يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا. (الدارمي والدارقطني)

Dari Ibnu Mas'ud ra., dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Pelajarilah ilmu-ilmu agama dan ajarkanlah dia kepada orang ramai; - pelajarilah perkara-perkara yang difardukan dalam Islam dan ajarkanlah dia kepada orang ramai; pelajarilah Al-Qur'an dan ajarkanlah dia kepada orang ramai; kerana sebenarnya aku seorang yang akan mati (seperti makhluk-makhluk yang lain) dan ilmu juga akan diambil (kembali oleh Tuhan dan hilang lenyap) dan akan lahirlah berbagai-bagai fitnah kekacauan sehingga akan berselisih dua orang dalam satu perkara yang difardukan, yang mereka tak dapat seorang pun yang boleh menyelesaikan perkara yang diperselisihkan itu".
(Ad-Darimi dan Ad-Daruqutni)
Sabda Nabi s.a.w. lagi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (أبو داود وابن ماجه)

Dari Abu Hurairah, r.a., dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesiapa yang mempelajari sesuatu ilmu dari jenis-jenis ilmu yang tujuannya untuk mencapai keredhaan Allah, sedang ia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapat sesuatu bahagian dari dunia (harta benda atau pengaruh), nescaya ia tidak akan dapat mencium bau syurga, pada hari qiamat kelak."
( Abu Daud dan Ibnu Majah)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ. (ابن ماجه وغيره)

Dari Anas bin Malik r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Menuntut ilmu adalah satu fardu yang wajib atas tiap-tiap seorang Islam." (Ibnu Majah dan Lain-lainnya).
Demikianlah sedikit sebanyak tentang kepentingan ilmu pengetahuan dalam Islam. Semoga kita dapat mengambil manfaat daripadanya. Wallahu a'lam

Ahad, 21 Mac 2010

AMALAN AHLI SYURGA


Ketika membaca suatu kisah di jaman Rasulullah terasa nikmat akan agama Islam ini begitu besar. Dengan amalan yang ringan tetapi belum tentu semua orang bisa melaksanakannya, sahabat tersebut digolongkan sebagai ahli Surga. Bahkan pernyataan tersebut langsung keluar dari mulut Rasulullah sendiri, subhanallah…. Berikut beberapa petikan kisah tersebut.
“Ketika dalam sebuah majelis, datanglah seorang lelaki menenteng sandal dengan tubuh yang terbasahi wudhu, kemudian duduk mendengarkan tausiyah dari Rasulullah. Setelah majelis selesai dan lelaki itu pergi, maka Rasulullah menyampaikan sesuatu kepada para sahabat, ‘ketahuilah bahwa lelaki itu adalah ahli surga’. Mendengar perkataan Rasulullah seperti itu, salah seorang sahabat ada yang penasaran. Maka dia mendatangi lelaki itu dan meminta izin untuk menginap beberapa hari dirumahnya. Setelah beberapa hari sahabat ini menginap, tambah terheranlah dia melihat bahwa lelaki itu tidak mempunyai amalan yang
istimewa. Maka setelah beberapa hari berlarut tetapi keadaaan lelaki itu masih tetap juga, maka sahabat bertanya, “Rasulullah pernah bilang kepada kami bahwa engkau adalah ahli surga, tetapi selama saya bermalam beberapa hari disini tidak ku liat satu amalan pun yang istimewa dari mu. Sebenarnya amalan apa yang menjadikanmu menjadi ahli surga?”. Mendengar kata-kata sahabat ini, lelaki itu pun seketika menangis karena mendapat jaminan surga langsung dari Rasulullah, sedangkan ia menyadari bahwa dirinya tak luput dari dosa. Dan kemudian lelaki balik berbicara “Jadi karena itu engkau bermalam berhari-hari dirumahku wahai sahabat?Sesungguhnya ibadahku setiap hari sama dengan apa yang engkau lihat selama engkau bermalam di rumahku, tetapi aku berupaya mengihlaskan/memaafkan segala perbuatan jahat orang lain kepadaku sebelum aku tidur”.
Para pembaca blog saya, betapa indah kisah diatas, lelali tersebut telah mampu menerangkan cahaya iman dengan senantiasa mengihlaskan kesalahan dan memaafkan orang lain yang tentunya hal ini sangatlah sulit untuk dilakukan, entah masih ada sedikit dendam ataupun masih ada sedikit rasa marah di hati ini jika ada orang lain melakukan kesalahan ke qt. Tetapi lelaki ini berbeda…. Akankah kita bisa melakukannya?Ato bisa melakukannya tetapi masih ada rasa sedikit marah, dendam atau rasa yang lain di diri qt?
Categories: Catetan, Renungan

Sabtu, 30 Januari 2010

Ternyata Waktu Bergerak Cepat

Assalamualaikum.

Sudah lama saya mengunjungi blog dek sebab kesibukan. Jangan sebut tak ada waktu, tetapi memang kesempatan jua yang menyebabkan, tidak berkesempatan mengeunjungi dan berkongsi cerita.

Ya, beginilah waktu, terlalu cepat berlalu. Sedar tak sedar kita telah masuk ke tahun baru. Maknanya seakan-akan semalam kita berada di tahun 2009, dan bahkan kita merasakan umur kita masih 30tahun, yang dah masuk 31, merasa umur 59 yang yang umur dah 60 tahun. Kadang mungkin kita bertanya, sepanjang tahun lalu, dalam waktu 12 bulan atau atau lebih kurang 48 minggu atau 360 hari (lebih kurang), atau 8640 jam (lebih kurang)apa yang kita telah buat. Maknaya beruntunglah yang memanfaatkannya. Yang membangun bangunan dia nampak, bangunan megah yang ia bangun...yang membuat saliran air nampak ia air mengalir, yang tidak berbuat sesuatu maka ia tidak akan nampak apa. Kita, saya, kita semua...sebenarnya masuk bahagian mana?

Mari...penyesalan sepatutnya tidak kekal penyesalan, mari mudah2an dengan kekuatan dari Allah, kita berazam dan berazam juga buat sebaik mungkin untuk kesempatan yang masih Allah berikan kepada kita. Mudah2an dengan azam dan niat untuk mendapat redha Allah.

Amin.

Jumaat, 19 Jun 2009

Kemana Kita Menyeru

Oleh: Imam Hassan Al-Banna

MUQADDIMAH.
Barangkali telah banyak saudara berbincang dengan seseorang atau sekumpulan orang tentang berbagai
masalah. Saudara beranggapan bahawa apa yang saudara sampaikan itu adalah sesuatu yang jelas, terang
dan terperinci. Saudara akan menggunakan berbagai cara untuk menyampaikan sesuatu sehingga seluruh
isi hati dicurahkan bagi memperjelaskan sesuatu perkara. Dalam kontek ini saudara telah menyampaikan
kepada mereka akan kenyataan-kenyataan yang saudara lihat dengan jelas, seperti kata pujangga bagai
sinar matahari di siang hari. Setelah itu saudara rasa terpegun apabila semuanya menjadi jelas, tetapi
ternyata orang yang diajak berbicara tadi belum mengerti dan faham akan maksud saudara.
Perkara ini sering kali saya lihat berlaku, dan setelah dikaji dua masalah penting.
Pertama: Kebiasaannya yang sebagai neraca bagi suatu pembicaraan adalah diri kita sendiri, sehingga kita
tidak melihat kepada tanggapan pihak lain.yang sudah tentunya mempunyai beberapa perbedaan.
Kedua: Isi pembicaraan yang disampaikan terlalu sulit dan sukar difahami walaupun kita meyakini apa
yang telah disampaikan itu cukup jelas dan nyata.
NERACA
Risalah ini bermaksud menjelaskan kepada umum mengenai ruang lingkup gerakan dakwah Ikhwan
Muslimin serta matlamatnya, tujuannya, uslubnya, wasilahnya secara terus terang jelas dan nyata. Dalam
membahaskan perkara ini saya terlebih dahulu ingin penilaian terhadap penjelasan yang akan diutarakan.
Ini bertujuan agar perbahasan ini menjadi mudah dan jelas difahami – tidak dengan perbahasan yang sukar
dan berbelit-belit supaya para pembaca dapat mengambil faedah darinya.
Saya mengambil Kitabullah yakni Al-Qur'an sebagai neraca yang utama di dalam perbahasan ini. Dan
menyakini bahawa tidak ada seorang muslim pun yang berbeda pendapat dalam hal ini.
Dengan itu segala ilmu-ilmu yang terkandung di dalam Al-Qur'an, dapat ditimba dan digali dan
mengembalikan segala persoalan kepada hukum-hukum Al-Qur'an.
WAHAI KAUMKU
Al-Qur'an adalah kitab yang lengkap dan sempurna (universal). Di dalamnya, Allah telah menghimpunkan
prinsip-prinsip aqidah, asas-asas peraturan masyarakat (sosial), garis-garis besar syariat, peraturan
keduniaan dan mengandungi prinsip-prinsip perintah dan larangan. Persoalannya apakah umat Islam
sekarang telah mengamalkan kandungan Al-Qur'an, sehingga mereka benar-benar yakin terhadap apa yang
diturunkan oleh Allah dan memahami tujuan wahyu diturunkan? Apakah mereka mengamalkan peraturan
masyarakat di dalam kehidupan sehari- hari?
Dengan mengambil kesimpulan bahawa umat Islam telah pun mengamalkannya, ini bererti tanggapan kita
juga sama, dan kita telah mencapai kepada matlamatnya. Namun setelah dikaji dan diselidiki ternyata
sebenarnya kita masih jauh dari landasan Al-Qur'an, yakni telah mengabaikan ajaran-ajaran Al-Qur'an.
Lantaran itu kita mempunyai tugas dan tanggungjawab yang besar untuk mengembalikan semua umat
Islam ke jalan yang benar.

TUJUAN HIDUP MENURUT ALQURAN
Kemana Kita Menyeru
2
Al-Qur'an sebenarnya telah memberikan penjelasan kepada kita tentang tujuan hidup dan sasaran yang
harus dicapai di dalam hidup ini. Dengan tegas Al-Qur'an telah memberikan tanggapan kepada kehidupan
manusia yang hanya mementingkan soal makan dan minum (kenikmatan duniawi) sepertimana firman
Allah:
Maksudnya: "Dan orang-orang yang kafir itu bersenang- senang (di dunia) dan mereka makan seperti
makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka”.
Demikian juga Al-Qur'an memberi penjelasan bagi umat manusia yang sibuk mencintai kebendaan yang
fana:
Maksudnya: "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, iaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik
(syurga)''.
Al-Qur'an juga menjelaskan perilaku umat manusia yang suka menyebarkan fitnah dan memaparkan
kejelekan serta membuat kerosakan di atas muka bumi:
Firman Allah:
Maksudnya: "Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu,
dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling
keras. Dan apabila ia berpaling (dari mukamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerosakan padanya,
dan merosak tanam-tanaman dan binatang ternak dan Allah tidak menyukai kebinasaan ".
Itulah antara tujuan yang lumrah dikejar oleh umat manusia di dalam kehidupan di dunia. Semoga Allah
membebaskan kaum yang beriman dari perbuatan tersebut itu. Dan semoga Allah menganugerahkan tugas
yang lebih mulia dari seluruh perbuatan seperti itu. Yakni tugas memberi petunjuk kepada umat manusia,
membimbing kepada kebaikan dan memakmurkan dunia dengan risalah Islam, seperti seruan Allah di
dalam kitabNya:
Maksudnya: “Wahai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orangorang
muslim dari dahulu, dan (begitu pala) dalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi ~aksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kama pada tali Allah.
Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong ':
Berdasarkan penjelasan dari ayat di atas, Allah telah memberikan ruang yang begitu luas kepada umat
Islam agar membimbing umat manusia ke jalan yang benar. Begitu juga Al-Qur'an memberikan hak
menguasai bumi di dalam rangka melaksanakan segala suruhan Allah yang luhur itu. Justeru itu hak
kepimpinan dan peradaban di dunia ini mutlak menjadi milik umat Islam, dan bukannya peradaban Barat.

PERJUANGAN MUSLIM ADALAH PENGORBANAN
Allah juga memberikan penjelasan bahawa umat yang benar-benar berjuang demi untuk mencapai cita-cita
dan diperlukan sekali persediaan diri mengorbankan jiwa dan hartanya. Dan untuk terlaksananya dakwah,
maka perjuangan tersebut adalah merupakan satu-satunya jalan yang harus ditempuh.
Allah berfirman di dalam KitabNya:
Maksudnya: "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan
memberikan syurga untuk mereka …”.
Kemana Kita Menyeru
3
Selain pergorbanan tersebut, umat Islam yang benar-benar menyampaikan risalah dakwah, harus bersedia
pula mengorbankan kepentingan dunia demi pahala yang akan diterima di akhirat. Oleh kerana itu sesiapa
sahaja yang terjun di bidang ini haruslah memiliki sifat-sifat sebagai seorang da'ie.
Penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh umat Islam pada zaman yang silam telah mencatatkan satu
peristiwa sejarah yang merupakan kesinambungan kepada kewujudan peradaban, kemajuan, pendidikan
dan pengajaran Islam. Tetapi apa yang pernah dilakukan oleh masyarakat Barat sekarang ini?
KEGIATAN MUSLIM YANG SESUAI DENGAN TUJUAN ISLAM
Demi Allah wahai kekasihku! Apakah benar umat Islam mampu mengerti maksud ini sesuai dengan
kehendak Al-Qur'an, sehingga jiwa mereka menjadi luhur? Dengan pengertian tersebut, bererti mereka
telah diri dari perhambaan kepada kebendaan diri dari segala bentuk kenikmatan yang berdasarkan hawa
nafsu. Begitu pula mereka telah bebas dari kongkongan kelazatan hawa nafsu dan syahwat, mereka
menjauhi perkara yang sia-sia dan tujuan-tujuan yang rendah dan hina. Mereka hanya membulatkan
haluan kepada Allah yang telah menciptakan bumi dan langit, dan berbakti meninggikan Kalimatullah di
samping berjuang di jalanNya mendakwahkan agamaNya serta mempertahankan syari'at agamaNya.
Atau apakah mereka menjadi hamba kepada hawa nafsu, mementingkan diri, tamak dan hanya
mengingatkan makanan lazat, kenderaan mewah, keindahan perhiasan, tempat tidur empuk dan wanita
cantik, serta kemuliaan pangkat? Atau seperti kata sya’ir :
“Mereka rela meninggalkan prinsip dan lari mencari keuntungan. Mereka berpura-pura berjuang, tetapi
kenyataannya kosong ”.
Alangkah benarnya perkataan Rasulullah :
"Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, dan celakalah hamba harta benda dunia".

TUJUAN ADALAH PRINSIP
Sebenamya tujuan jelas itu akan mendorong tingkah laku tetapi k kita masih belum dapat memahami pasti
'masalah tujuan ini. Dengan itu telah menjadi kewajiban semua untuk memberikan penjelasan kepada
mereka akan batasan-batasan secara jelas. Kita sudah menjelaskan secara panjang lebar di dalam risalah ini,
dan sependapat bahawa tugas kita ialah memimpin dunia dan juga membimbing umaat manusia kepada
peraturan-peraturan Islam. Dan bagi umat manusia, mustahil akan mendapatkan kebahagian tanpa
berpegang kepada peraturan Al-Qur'an.

SUMBER MATLAMAT KITA
Demikian risalah yang akan disampaikan oleh Ikhwan Muslimin kepada umat manusia. Umat Islam,
khususnya hendaklah memberikan galakan dan memahami seruan ini dengan tekad yang bersungguhsungguh.
Risalah ini, sebenarnya bukanlah tasawwur Ikhwan Muslimin, tetapi risalah yang memuatkan ayat-ayat Al-
Qur'an yang menampakkan secara jelas, intisari sirah Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya yang
mempunyai an-an khusus. Mereka adalah qudwah utama bagi pemahaman terhadap agama Islam dan
pelaksanaannya. Dan apabila umat Islam sanggup menerima risalah ini, maka ini suatu petanda iman dan
pemahaman terhadap Islam secara mendalam. Sebaliknya apabila umat Islam tidak sanggup menerima atau
terdapat keraguan di dalam hati, maka ketika itu Al-Qur'an akan menjadi penilai siapakah di antara kita
dan mereka yang menduduki tempat kebenaran.
Allah telah berfirman:
Maksudnya: "Ya Tuhan kami, berilah k~putusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) Engkaulah
Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya'.
Kemana Kita Menyeru
4
KEPUTUSAN
Banyak di antara rakan-rakan kita yang tercinta dan yang telah kita perjuangkan untuk kemaslahatan dunia
dan akhiratnya, dengan pengorbananharta dan jiwa. Mereka bertanya-tanya dan menyangsikan terhadap
perjuangan kita di dalam rangka mencapai tujuan yang selalu diidamkan oleh para Ikhwan, iaitu
membahagiakan kita dan rakan-rakan kita dengan mengorbankan harta dan jiwa dengan mengenepikan
kepentingan anak dan isteri.
Sebenarnya kita ingin sekali agar mereka dapat melihat secara langsung dari dekat kedudukan anggota
Ikhwanul Muslimin. Perlu mereka ketahui bahawa di malam hari ketika orang-grang lain sedang nyenyak
tidur, maka ketika itu pula anggota Ikhwanul Muslimin bangun sambil menggerakkan hati, mendekatkan
diri kepada Allah swt. Mereka akan melihat salah seorang dari pemuda Ikhwan tekun di pejabatnya sejak
dari waktu Asar sehingga jauh malam, bekerja, berusaha dan berfikir, begitulah keadaannya sepanjang
bulan. Ketika awal bulan tiba, maka hasil pendapatannya yang diterimanya disumbangkan sebagai sumber
kewangan jama'ah Ikhwanul Muslimin. Ia beranggapan dengan penuh sedar bahawa wang yang
disumbangkan kepada jama'ah bererti memberi nafkah kepada dirinya sendiri, sebab wang yang
dikeluarkan itu adalah untuk kepentingan da'wah. Dan tindakan terhadap orang lain yang tidak pernah
bersedia menafkahkan harta untuk kepentingan da'wah, selalu didasarkan pada firman Allah:
Maksunya : "Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku”.
Na'udzubillah. Apabila kita menginginkanbalasan keduniaan terhadap perbuatan kita di dunia, kita harus
sedar bahwa kita ini diciptakan untuk membaktikan diri terhadap kepentingan risalah dakwah ini. Sedang
pengorbanan yang kita sumbangkan itu, tidak lain hanyalah untuk mengharapkan agar mereka memahami
dakwah ini dan menyahut seruan kita.

SUMBER KEWANGAN
Banyak pula di antara rakan-rakan kita yang melihat dari dekat perkembangan perjuangan kita ini
mengajukan persoalan dari manakah kita memperolehi wang? Dan bagaimana pula mendapatkan wang
yang digunakan untuk memperkukuhkan seruan dakwah padahal dunia sedang dilanda kemerosotan
kemelesetan ekonomi, yang pada amalannya mata pencarian sangat sulit didapati, tambahan pula keadaan
sentiasa dalam kegentingan dan jiwa seringnya bakhil.
Terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, kami akan memberikan jawaban, bahwa di dalam
menyampaikan risalah dakwah, yang menjadi tulang belakang ialah iman sebelum harta sedang bantuan
kewangan sebagai sokongan sahaja. Ini bererti aqidah yang abadi itu lebih diutamakan berbanding dengan
harta yang nantinya akan musnah. Dan selama iman masih tetap dipertahankan oleh umat Islam, maka
kejayaan akan semakin terserlah luas. Di dalam memberikan sumbangan kewangan kepada Ikhwanul
Muslimin ini para anggota terpaksa harus mengasingkan sebahagian daripada pendapatannya, dan hanya
membelanjakan keperluan rumah tangga secara sederhana dan berjimat cermat bererti mereka telah
membelanjakan hartanya di jalan Allah, bahkan seorang di antara mereka pernah mengatakan, andainya
Allah memberi kurniaan rezeki maka akan disumbangkannya kepada perjuangan. Dan bila anggota
Ikhwanul Muslimin tidak berhasil mendapatkan sesuatu untuk disumbangkan kepada perjuangan, maka ia
akan menangis kesedihan. Dan sebaliknya jika Allah memberi kemurahanNya, maka mereka akan
membelanjakan seluruh hartanya itu demi Islam.
Dengan harta benda yang sangat minima ini, tetapi dibajai dengan sikap iman yang teguh, kenyataan ini
adalah merupakan isyarat bagi kejayaan mereka yang berjuang secara ikhlas.Dan bagi Allah Yang Maha
Kuasa, pasti akan memberikan berkah bagi setiap sen wang yang dikeluarkan oleh anggota Ikhwanul
Muslimin untuk kepentingan dakwah.
Allah berfirman di dalam KitabNya:
Maksudnya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah... "
Kemana Kita Menyeru
5
Maksudnya: "Dan apa yang kama berikan benrpa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.